Setiap orang memiliki titik kelam dalam hidupnya. Tergantung mereka untuk memilih apakah titik kelam itu sebagai titik kebangkitan atau malah sebagai titik keterpurukan.
Titik Kelam, Titik Bangkit
Setiap orang memiliki titik kelam dalam hidupnya. Titik kelam dimana ia jatuh terpuruk, merasa kecewa dengan diri sendiri, bahkan berharap bahwa ia tak pernah dilahirkan kedunia.Titik kelam merupakan bagian dari perjalanan hidup seseorang, namun ia bukan penentu masa depan. Begitu juga dengan titik kelam dalam hidupku.
Aku pernah berada pada titik kelam kehidupan. Masa dimana diriku merupakan pribadi pemurung dan tertutup. Masa itu terjadi pada saat aku duduk di sekolah dasar. Aku dinilai sebagai anak yang pemalu dan kurang pergaulan. Aku selalu menghindar masuk kamar saat ada tamu yang datang kerumah dan selalu berada dikamar padahal rumah ku dipenuhi banyak orang. Hal tersebut membuat kedua orang tua ku khawatir termasuk almarhumah nenek yang selalu membujukku untuk keluar kamar atau sekedar duduk didepan televisi diruang keluarga. Ibu selalu marah jika melihat sikapku yang demikian. Ibu membentak ku dengan kalimat yang pada waktu itu ku pikir terlalu menyakitkan bagi seorang anak yang masih duduk dikelas dua sekolah dasar. Bahkan karena hal itu aku berfikir lebih baik aku tak pernah lahir didunia. Untuk apa aku lahir jika hanya membuat wajah kedua orang tua ku selalu dipenuhi rasa khawatir dan kecewa, apalagi aku adalah anak sulung dari dua bersaudara.
Segala macam usaha dicoba Ayah dan Ibu untuk merubah sikap ku. Selain menasehati secara halus sampai membentak, Ibu juga selalu membukakan pintu kamarku lebar-lebar agar aku keluar. Begitu gigih usaha keduanya demi kebaikanku. Dan usaha tersebut tak pernah sia-sia.
Selain itu, aku juga pernah bolos sekolah dengan cara yang sekarang membuatku tak habis pikir dengan diriku dimasa lalu. Waktu itu Senin pagi, aku berangkat ke sekolah dengan jalan kaki karena jarak sekolah dengan rumah yang tidak terlalu jauh. Ditengah perjalanan tiba-tiba aku merasa enggan untuk masuk sekolah. Ku masukkan dasi ku kedalam saku rok dan berbalik untuk pulang. Gunanya adalah saat aku berpapasan dengan teman sekelas ku, aku bisa memberi alasan kenapa aku berbalik pulang, yaitu karena dasi ku tertinggal. Setiba dirumah aku memberikan alasan tidak enak badan pada kedua orang tuaku. Sebenarnya beliau berdua menyadari kebohonganku, dan mereka tahu kalau aku memang sedang tidak mau masuk sekolah. Untuk Ayah, beliau memiliki cara tersendiri untuk membuatku mau terbuka dengannya. Saat aku memberi alasan palsu ku, Ayah memperlihatkan bahwa baliau percaya dengan alasanku, tapi setelah itu beliau akan bertanya dengan lembut apa yang menyebabkanku tidak mau pergi ke sekolah. Dan hal itu selalu berhasil membuatku merasa bersalah telah mengecewakan kedua orang tua ku.
Usaha kedua orang tua ku memang tidak sia-sia. Setelah memasuki SMP aku perlahan-lahan mulai berubah. Puncaknya ketika aku duduk di kelas 3. Aku menjadi pribadi yang cerewet bahkan saking cerewetnya aku pernah ditegur habis-habisan oleh guru karena berbicara dengan teman saat beliau menerangkan.
Walau orang-orang menilai ku pendiam dan kurang pergaulan, tapi aku memiliki enam orang sahabat yang menjadi teman sepermainanku hingga sekarang. Kami sering keluar masuk ruang BK meskipun kami bukan lah siswi pembuat onar. Guru BK kami menaruh perhatian khusus pada ku dan sahabat-sahabatku, apalagi aku yang merupakan siswi pemegang juara umum sekolah tiap tahunnya. Saat nilai ku menurun, beliau memanggilku untuk menanyakan penyebabnya. Ada juga saat aku dan sahabat-sahabat ku tak saling bertegur sapa, kami akan dipanggil beliau ke ruangannya dan meluruskan permasalahan yang terjadi diantara kami. Beliau selalu mengajak kami untuk saling terbuka dan jujur terhadap perasaan masing-masing. Beliau juga yang selalu mengajarkan ku untuk menjadi pribadi yang terbuka dan kritis terhadap permasalahan yang terjadi. Karena beliau lah, sekarang aku menjadi pribadi yang punya pendirian, kritis, dan selalu terbuka. Dan yang paling menonjol itu adalah hobi ku untuk sharing dengan orang lain.
Dalam perjalanan hidupku sampai sekarang, aku pernah mengalami satu kegagalan yang sangat membekas bagiku. Yaitu ketidaklulusan ku di SNMPTN. Dari SMP hingga SMA aku selalu meraih juara umum sekolah dan telah dua kali mendapat beasiswa studi banding dari pemerintah daerah. Setelah selama ini aku selalu mendapat keberhasilan-keberhasilan termasuk menjadi siswi dengan nilai UN tertinggi untuk jurusan IPA di sekolahku, saat gagal dalam SNMPTN membuatku benar-benar jatuh dalam ketidakpercayaan. Saking tidak mau mempercayai nya, beberapa kali ku coba ulang melihat portal SNMPTN. Semua orang mempertanyakan ketidaklulusan ku, hingga menerka-nerka penyebabnya. Saat itu lah peranan sahabat begitu terasa. Sahabat-sahabatku selalu berada disisiku untuk menguatkan. Saat aku tak bisa menangis saking terkejutnya, mereka yang menangis untukku. Mereka malah lebih khawatir pada ku dari pada diri mereka sendiri.
Aku selalu percaya bahwa semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Mungkin sekarang aku gagal, tapi ada keberhasilan yang lebih besar menantiku. Paradigma itu selalu tertanam dalam diriku. Setelah mengalami kegagalan pertama kali yang begitu membekas, aku tidak merasa terpuruk dan jatuh lagi saat mengalami kegagalan-kegagalan lainnya. Dari sana aku mendapat pelajaran bahwasanya untuk meraih sesuatu, dibutuhkan usaha keras dan tekad yang kuat serta jangan patah semangat.
Begitu banyak peran orang-orang dalam hidupku. Orang tua, keluarga, guru, sahabat, mereka lah yang menarikku dari titik kelam kehidupan. Memberikan arti kehidupan yang lebih bermakna dalam pencarian jati diri dan membentuk kepribadian. Tanpa usaha keras Ayah, Ibu dan keluarga mungkin aku masih menjadi pribadi murung dan tertutup. Tanpa ajaran guru BK ku waktu itu, mungkin aku tak akan menjadi pribadi yang kritis. Tanpa sahabat-sahabat ku, mungkin aku tak akan menemukan rumah tempatku menumpahkan keluh kesah ku. Tanpa mereka semua, mungkin sekarang aku masih berfikir lebih baik aku tidak pernah dilahirkan. Tanpa mereka, aku bukan siapa-siapa.
Aku yang dulunya pendiam, kurang pergaulan dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain sekarang menjabat sebagai Ketua Asisten di Laboratorium GIS, founder dari startup Fundonasi.com, staff Department ADKESPOL BEM di fakultasku, anggota UKMF jurnalistik, anggota Himpunan Mahasiswa di jurusan, dan beberapa kepanitiaan di kampus ku ikuti. Perubahan tersebut bertolak dari titik kelam yang menjadi titik bangkitku.
Tak masalah jika dulu nya kamu bukan siapa-siapa. Toh, untuk menentukan siapa dirimu banyak jalan yang bisa kamu ambil. Tergantung kamu mau jadi siapa nanti dengan jalan yang kamu pilih. Jangan pernah lupa bahwa disetiap perjalananmu nanti ada peran orang lain didalamnya. Stay humble and
Setiap orang memiliki titik kelam dalam hidupnya. Tergantung mereka untuk memilih apakah titik kelam itu sebagai titik kebangkitan atau malah sebagai titik keterpurukan.
Saat kau terjatuh, menangislah!! lalu bangkit berdiri!!
Dunia begitu keras jika kau hanya menangis tanpa bangkit berdiri.