kita terlalu sibuk tumbuh dan kita selalu lupa jika mereka juga tumbuh semakin tua
Tak TERUCAP namun Terlihat
“ Jika aku di takdirkan untuk hidup kembali maka percayalah, aku akan meminta untuk menjadi anakmu untuk yang ke dua kalinya bahkan untuk seterusnya”
Tok.. tok.. tok..
Pintu kamar ku di ketuk halus dari luar “siapa??” tanya ku sembari mengeraskan suara “ini ibu,, kakak bisa berkumpul di ruang tengah sekarang? Ayah sudah menunggu” jawab ibu dengan suara yang lembut “oh.. iya bu sebentar” aku segera bersiap – siap di depan cermin menata rambut ku yang agak berantakan,aku bingung kenapa tiba – tiba aku di suruh berkumpul di ruang tengah, jangan – jangan aku melakukan kesalahan yang serius,, deg.. deg.. deg.. jantung ku berdetak sedikit lebih kencang dari biasanya begitu banyak fikiran yang negatif bermunculan dalam benak ku “huffft..” ku hela nafas panjang saat aku menginjakkan kaki di ruang tengah, ayah dan ibu tersenyum “sini duduk di samping ayah” aku mengangguk senyuman itu membuat ku semakin bingung akan keadaan ku sekarang ini “ya Allah apa ini?” tanya ku dalam hati aku duduk di samping ayah. “ngapain di kamar kak? Ada PR?” tanya ayah memulai pembicaraan dengan mengelus lembut rambut ku “enggak kok yah,, gak ada tugas apa – apa” “tadi uda sholat belum?” tanya ibu “udah kok bu,ini ada apa sih??” tanya ku yang sudah mulai tak sabar. Ayah tersenyum melihat sikap ku yang seperti itu, memang aku orangnya tidak sabaran “ayah sama ibu mau ngomong sesuatu,mau minta pendapat” jawab ayah serius, aku merubah posisi duduk ku dengan wajah bingung aku berkata “ada apa sih yah,udah langsung aja”. “gak kenapa – kenapa kok, gak boleh ya? Kan ayah cuman mau ngumpul sama kakak” aku menggabungkan kedua alis mata ku “ahhh.. buang – buang waktu ku aja ayah ini” aku berlalu pergi meninggalkan ayah dan ibu, sebelum aku melangkah terlalu jauh akau berkata “aku gak butuh ngumpul bareng,aku uda terbiasa sendiri kok,buat apa juga kalian di rumah,kan ini hari kerja, ngapain kalian berdua gak kerja aja dan satu hal lagi gak usah sok perhatian deh ke aku,pakek tanya sekolah sama solat ku segala,gak perlu tauk!!” tanpa menoleh aku masuk ke dalam kamar tidur ku tak hiraukan hati mereka. Braaakkk.... ku banting pintu kamar ku kemudian ku hempaskan tubuh ku ke tempat tidur, ku ambil hp ku, tiba – tiba air mata ku menetes, aku sedikit menyesal berkata seperti itu karena itu memang harapan ku sejak dulu, tapi semuanya tidak sesuai harapan mereka berdua sibuk dengan dunianya masing – masing,tanpa melihat aku di sini butuh sebuah kasih sayang,mereka membuatku merasa sendirian.
Ke esokan harinya..
“pagi sayang” ucap ibu sambil mengambilkan ku makan dan aku hanya tersenyum “kak,, maaf kalo kemaren ayah bikin kakak kesel” ayah memandang ku dengan senyuman yang merekah di wajahnya dan aku hanya mengangguk tanpa menatap mata nya,tanpa sengaja terlihat ibu mengusap punggung ayah dan ayah menunduk.Sakit hati ku melihat keadaan ini,ingin rasanya aku memeluk dia tapi aku gak bakal meluk dia sampai kapan pun.
Aku pergi ke sekolah seperti biasanya tiba – tiba drrtt.. drtt.. drtt.. hp ku bergetar ku ambil handphone hadiah ulang tahun ku yang ke 16 tahun dari ayah ku, ada pesan singkat
"kak.. ayah masuk Rumah Sakit Ibnu Siena,ibu tunggu disini secepatnya
from : ibu (082334452786)"
Tanpa ku baca sekali lagi aku langsung berlari keluar wilayah sekolah air mata ku mengalir tanpa aba- aba. Sesampainya di sana aku melihat ibu sedang menangis. Ku usap air mata ku berusaha bersikap setenang mungkin karena aku tidak mau ibu melihat ada gurat kekhawatiran ku untuk ayah ku. Ku hampiri ibu yang tengah duduk di depan ruang ICU.Aku ikut duduk disana, berusaha menenangkan ibu, ibu masih terus menangis dan menangis “sudah bu,ayah akan baik – baik saja,ibu jangan khawatir” ibu mencoba menguatkan hati nya.
Ke esokan harinya aku pergi membeli makanan sedangkan ibu menunggu ayah ku di kamar rumah sakit,semalam ayah sudah di pindahkan dari ICU dan sampai pagi ini ayah belum sadarkan diri. “Assalamu’alaikum bu” ku buka pintu kamar rumah sakit kulihat ibu masih berada di tempat yang sama seperti kemarin malam, ibu tak beranjak dari tempat itu kecuali saat ibu pergi untuk sholat “wa’alaikumussalam,tadi di jalan kamu gak kenapa – kenapa kan sayang” tanya ibu “iya aku gak papa bu, ini ibu makan dulu” pinta ku halus “iya nanti saja,kamu duluan saja ibu masih keyang” “ibu nanti ibu sakit, kalo ibu sakit siapa yang merawat ayah?” “ayahmu belum sadar sayang, ibu akan makan nanti setelah ayahmu bangun” “tapi bu,,” “sayang sebagai seorang istri ibu akan terus berada di samping ayah mu saat masa – masa sulit seperti ini” aku hanya menghela nafas dan akhirnya memakan makanan ku “dulu ayah juga seperti ibu ketika kamu sakit nak” aku menatap wajah ibu tanda tak mengerti “ya dia menyayangi mu,dia tidak makan selama 3 hari karena kamu tidak sadrakan diri selama 3 hari,tak pernah dia lupa untuk mendoakan mu,dia tak pernah membiarkan mu terluka sedikitpun, apa kmu lupa masa kecilmu dahulu?” tanya ibu dengan mata berkaca kaca “yaa,, aku sedikit melupakan nya bu” “dia orang yang akan marah pertama kali jika kamu terluka,dia tidak kan membiarkan mu terkena marah oleh orang lain bahkan ibu sendiripun di larang untuk memarahimu” aku hanya mendengarkan cerita ibu sambil memakan makanan ku dengan santai karena aku tau ayah akan baik - baik saja ibu paham akan keadaan ku karena sakit ku dahulu aku tidak mengingat masa kecilku sama sekali,aku amnesia tapi sudah lumayan pulih dan kepulihan ku hanya mengingat ke egoisan mereka yang meninggalkan ku di rumah sendirian sedangkan mereka sibuk dengan dunia pekerjaan nya,aku masih melupakan kejadian indah yang dulu mungkin pernah ada. seusai makan aku berpamitan pada ibu untuk pergi ke rumah teman ku karena hari ini aku ada janji untuk merayakan ulang tahun teman ku.
Sampai di rumah teman ku aku mulai bercanda dan saling melempar tepung seperti hal yang kami lakukan biasanya, aku melupakan ayah ku yang sedang sakit tiba - tiba ratih menyenggol tubuh ku hingga aku terjatuh dan kepala ku terbentur meja, darah keluar dari pelipis ku namun tak banyak, kepala ku mendadak pusing aku seperti melihat film kehidupan ku aku melihat ayah menggendongku ketika aku terjatuh dari sepeda,kulihat di sana ayah menyuapi ku karena aku tidak mau makan karena ibu marah pada ku, disana ayah sangat menyayangi ku. Tiba – tiba air mata ku menetes aku berlari keluar rumah “dini.. kmu mau kemana? Lihat pelipis mu” teman – teman ku berteriak pada ku namun aku tak peduli.
“bu...” ucap ku memanggil ibu “apa ini, semuanya berkumpul disini,kenapa mereka menangis di depan kamar ayah ku??” tanya ku dalam hati “permisi,, permisi,,” aku menyuruh mereka minggir karena aku hendak bertemu ibu ku dan berkata ingatan ku pulih sepenuhnya “bu,, kenapa ayah?” tanya ku, ibu hanya menatapku dengan air mata membasahi wajah cantiknya “sayang doakan ayahmu” “aku sudah mengingat semuanya bu,aku tak mau kehilangan ayah” ku peluk rapat tubuh ibu ku. Air mata mengalir melewati tiap goresan sketsa wajah ku, baru kali ini aku menangis karena takut kehilangan ayah ku, tuhan aku benci diriku aku benci ingatan ku. Dokter keluar dari dalam kamar ayah “bu siska dan andini di cari oleh pak dirga” sontak ku tarik tangan ibu untuk masuk ke dalam kamar inap ayah, ketika ku buka pintu ku lihat senyuman manis itu terpasang indah di wajahnya, ketampanan nya tak terkalah kan olehh usia nya yg kian menua setipa harinya “ayaahh” ku peluk erat tubuhnya seakan tak ingin ku lepas “ingatan ku kembali” aku melepaskan pelukan ku “kenapa ayah tak membalas pelukan ku? Kenapa ayah tak lg mengusap kepala ku??” tanya ku heran pada ayah sedangkan ibu hanya menangis di belakang ku dan berkata “ayahmu lumpuh nak” serasa tubuh ku mencair bak es yang terkena api. kenapa aku baru menyadari ini semua tuhan,kenapa aku begitu bodoh dengan tak menyadari gerak gerik ayah sehari – hari, aku selalu membiarkan ayah mengambil sesuatu sendiri meskipun tau itu sedikit sudah baginya. “andini putri dirga pratama..” ayah memanggil nama ku dengan lengkap, ku angkat kepala ku, ku tatap wajah ayah dengan air mata yang masih mengalir di pipi merah ku bahkan kian deras alirannya “sini ayah ingin bicara pada mu dan pada ibu” ibu mendekat begitu pula dengan ku. Ibu berbisik “ayah gak bisa melihat” aku menoleh air mata ku makin mengalir deras itu kah alasan kenapa ibu tak mau meninggalkan ayah sendirian tanpa ku sadari air mata ku jatuh ke tangan ayah “kamu menangis?” “enggak yah” “meskipun ayah gak bisa lihat ayah masih bisa ngerasain sayang,kenapa sedih meskipun ayah gak bisa lihat wajah kamu dan ibu gak bakal terlupakan kok,karena kalian berdua sudah terukir indah di palung hati ayah, meskipun ke dua tangan ayah sudah tak dapat memeluk kalian lagi ayah tak menyesal karena ayah sudah hafal rasa pelukan hangat kalian,bisa berbicara dan mendengar itu saja sudah cukup bagi ayah, sayang tolong jaga ibu ya, bikin ibu bahagia maaf jika ayah selama ini punya salah sama kmu, maaf jika ayah tak bisa berlari lagi untuk menolong mu, maaf karena ayah sudah tak bisa bercanda tawa dengan mu, maaf ayah tak bisa menjadi wali di pernikahan kamu suatu hari nanti, tapi ingat do’a ayah selalu menyertaimu” aku hanya menangis “wahai bidadari surga ku, wahai wanita yang telah melumpuhkan hati ku, maaf kan aku jika aku belum bisa membahgiakan mu, maaf kan aku jika aku melanggar janji ku untuk menemani dirimu di hari tua nanti, maaf jika aku membiarkan dirimu sendiri melihat kebahagiaan anak kita nanti, wahai wanita tercantik dalam hidup ku aku sungguh sangat menyayangi dirimu, terima kasih untuk semua pengabdian mu, maaf jika aku belum bisa menjadi cahaya di kehidupan mu” ibu hanya menangis “andini jadilah pelindung bagi keluarga, jaga nama baik keluarga, jadi lah wanita tangguh setangguh siti khadijah yang membantu dakwah Rasulullah saat itu, bikin ibu bangga dan bahagia, maaf kalo ayah ada salah sama kamu sayang,, ayah sayang kalian.. Allah..” asma Allah menghentikan ucapan ayah matanya terpejam, nafasnya berhenti berhembus darahnya berhenti mengalir dan detak jantung nya tak lagi terdengar aku dan ibu memeluk tubuh ayah “ayaaaahh... dini sayang ayahhh” “innalillahi” seluruh keluarga besar ku mengucap kalimat itu n mencoba untuk ikhlas.
Seusai pemakaman ayah aku hanya termenung melihat keluar jendela kamar di sana di taman itu kini semua ingatan itu kembali di mana saat - saat ayah bercanda tawa dengan ku, ayah menggendong ku ketika aku lelah, dan ayah berlari untuk menolong ku ketika aku terjatuh dan bunda selalu ada di sana untuk menemani kami, cinta kasihnya tak pernah terucap namun terlihat.. Ayah tunggu kami di pintu surga.
Tok.. tok.. tokk tiba - tiba pintu di ketuk oleh bunda “kakak,, ayo makan adek dan ayah sudah menunggu,menulis nya di tunda dulu, nanti di lanjut lagi ” “iya bunda sebentar” ku tutup laptop ku, aku sedikit kecewa karena nofel ku baru sampai pada awal permasalah tapi tak apalah kasihan keluarga ku sudah menunggu ku, aku merapikan jilbab yg ku pakai aku berdo’a dalam hati “semoga keluarga ku tetap utuh ya Allah,aku tak ingin cerita yg ku buat akan menjadi kenyataan hidup ku, jangan ambil salah satu dari kami” ku buka pintu kamar aku berjalan menuju ruang makan aku duduk di antara mereka “cerita yg ku tulis masih di tahap awal pa” “bagus dong,papa sama bunda dukung kakak kok,nanti ayah bantu perbaiki biar kakak bisa jadi penulis seperti papa, Judulnya apa kak” “tak pernah terucap namun terlihat” jawab ku.. itu hanya sebuah cerita.. aku lega karena mereka masih di sini.. masih bersama ku....