Ternyata selama ini menjadi bahan ledekan. Dengan percaya diri kutegakkan kepalaku, ku pasang wajahku. Ternyata selama ini hanya menjadi bahan lelucon. Dua tahun tidak cukup bagiku untuk mengenal dan menganggapmu sebagai teman. Rasa sakit karena teman akan lebih perih ketimbang patah hati dari kekasih.
Perjalanan ke lokasi Baksos kala itu berjarak sekitar 200km dari Kota Makassar. Tidak jarang kepalaku terjatuh kesana kemari, kepundak teman yang sebelah kanan, jatuh lagi kekiri. Rasa kantuk dan lelah yang tak tertahankan, membuat tertidur. Mobil yang kami tumpangi memuat 9 penumpang. Karena saya yang paling muda, maka jadilah saya duduk paling belakang, sudut pula. Yang jadi sopir adalah sahabat saya, Reno, si tubuh pendek, bulat dan hitam ‘Maaf ya’, disampingnya ada Kak Budi. Yang paling Tua dan dituakan. Bagian tengah ada Kak Anita, Kak Cyntia, dan Risma. Bagian paling belakang ada Ricky, Icha, Kak Sinyo dan Aku. Pundak Kak Sinyo adalah langganan kepalaku ketika tak sadarkan diri, tertidur manis. Sebelum berangkat, kami singgah sebentar untuk beli bekal dalam perjalanan. Air mineral, biskuit dan obat anti mabok untuk si Icha yang sudah terbiasa mabuk kendaraan.
“Sof, kamu ada headset gak?”
“Gak ada Rick, emang mau apa”
“Mau dengar musik tapi lupa bawa headset”
“Sayang aku gak bawa”
“Yaa sudah”
Tak lama berselang, kami pun berangkat. Ricky yang duduk disebelah Icha, sibuk mengobrak-abrik tas nya mencari sesuatu. ‘Katanya gak bawa headset, nah itu ada, heran’ gumamku dalam hati. Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Hari masih pagi, pukul 6:30. Jalan masih sepi, mungkin karena hari ini weekend. Ricky, orang aneh yang pernah ku kenal. Kami tak pernah berdamai, pertengkaran selalu saja terjadi. Kami tak pernah akur, selalu saja gaduh. Tapi apa boleh buat, kami satu Tim harus kompak dan selalu bersama. Namun kadang, dia sangat usil dan menganggu. Mungkin karena itulah, teman-teman sering menjodoh-jodohkan kami. “Biasanya yang sering bertengkar itu berjodoh loh” Kak Cyntia selalu menggoda kami seperti itu. Bodoh amat, lelaki pujaanklu juga bukan dia. Tapi hari ini dia sedikit aneh, tak biasanya dia meminjam sesuatu dariku, tak biasanya dia menyapa begitu hangat. Entah kerasukan setan apa dia.
Kurang lebih 5 jam perjalanan yang cukup melelahkan, kami tiba di lokasi di salah satu rumah warga setempat. Matahari sudah hampir berada di puncak, kami beristirahat sejenak sambil menunggu waktu dhuhur, kemudian melakukan sosialisasi ke masyarakat setempat.
“Sof, ada sisir gak?”
“Gak ada, aku gak bawa, coba tanya Icha”
Tanpa bertanya, kemudian dia berlalu entah kemana. Teman-teman satu persatu sudah mulai berbenah dan siap-siap. Aku mohon izin kebelakang sebentar, di dekat pintu wc, ada sebuah cermin yang lumayan agak besar, disana ada Ricky berdiri sambil merapikan rambutnya dan menyimpan sisir itu kedalam tasnya. Aku pura-pura tak melihat dan jalan menunduk, kami pun berpapasan tanpa sapa. ‘tadi perasaan mau pinjam sisir, lah itu kan dia punya sisir, heran deh kayaknya benar-benar kerasukan tu orang’ pikirku.
Warga sangat baik terhadap kami, sebelum berangkat Bu Ina si punya rumah, menyiapkan kami es buah yang segar, sangat pas dengan cuaca panas begini. Di teras rumah, telah disediakan beberapa gelas untuk es buah.
“Sof, tolong ambilkan satu gelas ya” lagi si Ricky datang berbisik didekatku. Sebelum beranjak ku tatap wajahnya sejenak dengan penuh keheranan. ‘sejak kapan dia begini’ heranku.
“Cieeeee........ so sweeet”Kak Cyntia mulai Usil. Ternyata dari tadi dia memerhatikan kami.
“Damai ni yeeee......” dan alhasil, semua mata tertuju pada kami. Sudah hampir setahun terakhir, kami di ‘ciye-ciye-in’ seperti ini. Entah apa maksud dari semuanya. Apakah Ricky punya perasaan terhadapku? Ku pikir tidak, hal itu pernah aku konfirmasi ketemanku, ternyata dia tidak tertarik untuk masalah ‘gadis’. Jadi apa maksud semua ini, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api, ini semua pasti ada sebab musababnya. Pertanyaan yang sudah sering menghantui pikiranku.
Hari mulai sore, acara kami telah selesai. Kami bersiap-siap dulu membersihkan diri, mandi dan lain sebagainya. Selepas magrib kami akan bertolak ke Kota Makassar. Bu Ina sudah sibuk didapur untuk menyiapkan makan malam untuk kami sebelum memuali perjalanan. Yang tengah sibuk dengan dunianya sendiri, ada yang masih lelah, terlelap dengan mimpinya, ada yang menonton bola sambil menunggu giliran mandi, ada yang asik dan ketawa sendiri dengan hapenya, ada yang tengah serius diskusi dengan Pak Amir, suami bu Ina. Dan saya sibuk memerhatikan Ricky merapikan rambutnya. ‘Hari ini, orang itu betul-betul sangat berbeda, adakah dia punya hati untukku?, ah.. itu tidak mungkin, dia tidak tertarik dengan masalah hati untuk saat ini, tapi kenapa ya teman-teman menjodohkan kami seperti ini?’ . Pertanyaan yang sudah sering mengganggu pikiranku belakangan ini.
Kami kemudian berpamitan pada Pak Amir dan Bu Ina. Dan memulai perjalanan.
“Sof tolong donk bajuku dilipat, entar dimasukin dalam tas ini ya” perintahnya sambil menyodorkan tas yang berukuran 14 inci. ‘Untung semua pada tidur, kalau enggak pasti di ‘ciye-ciye-in’ lagi’ gumamku.
“Rick, ini sudah” kataku
“Pegang aja dulu Sof, entar tiba dirumah aku ambil ya” katanya yang masih asik cerita dengan Reno. Posisi tempat duduk tertukar, aku duduk dibagian tengah, pas dibelakang sopir ‘Reno’. Ricky duduk didepan. Aku masih termenung memandangi tas hitam dipangkuanku ini, si Empu tas memang benar-benar beda hari ini. Tidak biasanya dia seperti ini.
Hari berganti hari, Ricky semakin inten komunikasi denganku. Entah itu LINE, WA atau kadang dia juga menelpon, untuk hal sesuatu yang tidak pentig pun menurutku.
“Sof, katanya kamu punya Voucher Tiket berenang ya?”
“Iya ada, tapi udah diminta sama Kak Anita”
“Udah buat aku aja ya, ntar Kak Anita aku yang urus, oke”
“Yaa sudah, terus gimana cara ngasihnya”
“Besok ketemu dikampus ya, jam 10. Bye” telpon di tutup.
Ada apa dengan Ricky? Benarkah Dia ada rasa?. Pikiran yang terus saja menganggu. Luka tiga tahun lalu membuatku masih enggan membuka hati pada lelaki. Ketakutan untuk menjalin hubungan pun tak pernah terlintas olehku. Tapi teman-teman selalu memberi saran untuk kemudian membuka hati, memberikan kesepmatan kepada lelaki yang lain untuk masuk , mengisi dan mungkin saja bisa jadi pengobat lara hati. Hal yang sama juga di sarankan oleh Kak Cyntia meskipun secara tidak lagsung menyarankan aku untuk membuka hati pada Ricky. Tapi aku paham maksudnya dan aku pun juga bersikukuh untuk tidak karena aku tahu dia tidak tertarik untuk hal itu. Namun sikapnya akhir-akhir ini dan perlakuan teman-teman juga seolah mendukung saya dan Ricky. Lama kemudian aku berpikir untuk mencoba kembali membuka hati lagi. “Sof, coba lihat seklilingmu, mungkin banyak yang perhatian sama kamu tapi kamu yang kurang peka” saran Risma. Terbesit dipikiranku kala itu, Ricky sering mengingatkanku untuk tidak tidur terlalu larut. ‘Ahh Ricky, kau ini kenapa?’. Seiring berjalannya waktu kami mulai dekat beberapa bulan terakhir. kemudian dia seolah menghilang. Komunikasi hampir hilang bahkan sudah tidak pernah. Hingga suatu ketika foto undangan pernikahan melayang ke WA ku kala itu.
_Ricky Prasetyo_
Dan
_Afifah Rafanda_
Perasaan campur aduk mulai mengusikku, tiba-tiba hape ku berdering ada pesan masuk BBM. Dari Kak Cyntia.
“Sof, sebenarnya kita tu udah tau dek, kalo kamu suka sama Ricky. Jadi kami menunggu pengakuan kamu. Selama ini kita udah tau tentang perasaan kamu” kepala mulai mendidih
“Perasaan apa maksudnya Kak”
“Iya perasaan kamu ke Ricky, Ricky tuh pernah ngomong ke kita, kalau kayaknya kamu suka sama Dia, makanya dia suka gangguin kamu untuk mengakrabkan diri, Tapi aku salut sama dia karena dia gak bikin kamu baper”
Diam sejenak.
Apa? Jadi selama ini hanya permainan? Jadi selama ini saya yang menjadi bahan tertawaan? Jadi selama ini yang di ‘ciye-ciye-in’ itu maksudnya apa?PENGAKUAN? apa yang harus saya akui? Perasaan yang mana yang harus saya akui?
Tanganku gemetaran, kakipun jadi lemas. ‘Apakah kalian ini temanku?’. Perasaan hancur sehancur-hancurnya. Teman yang selama ini telah ku anggap sahabat tapi apakah seperti ini yang dimaksud? Apakah seperti ini cara mereka berteman? Yang saya kenal sudah dua tahun belakangan, apakah seperti ini cara mereka menjalin persahabatan?
"Silahkan diresapi, dimaknai dan dijawab sendiri pertanyaan tersebut dengan hati nurani"