elia_rizqi

“ Terkadang kebenaran adalah hal yang tidak masuk akal. Sedangkan takdir adalah sesuatu yang mengikat. Sejauh apapun kau menghindarinya dia akan tetap menjumpaimu.”

Takdir Sebuah Belati

Dua pemuda yang saling bersahabat sedang berjalan menuju sebuah pasar barang-barang antik. Dengan masih berseragam SMA mereka berjalan menyusuri pasar itu. Melihat-lihat apakah ada barang unik yang bisa mereka beli disana. Keduanya memang sangat gemar mengoleksi barang antik, walaupun mereka masih muda mereka menyukai hal-hal kuno. Salah seorang diantara mereka melihat sebuah pisau belati tua dengan ukiran naga di salah satu lapak milik seorang pria tua. Pria tua itu berbicara pada pemuda itu tadi “ Pisau indah yang yang ditempa dengan tekanan hidup, diukir dengan rasa kebencian, dan diasah oleh air mata dan darah. Hari ini telah menemukan takdirnya lagi.” Si Pemuda bingung namun kebingungannya tidak mempengaruhi ketertarikannya pada  pisau itu. Dipegangnya pisau itu yang  membuat dia terbawa ke bayangan masa lalu.

***

Aku dan Dharma mempunyai latar belakang yang berbeda. Dharma adalah putra mahkota dari sebuah kerajaan sedangkan aku hanya putra seorang pelayan istana. Namun kami bersahabat baik sejak kecil. Kemanapun Dharma pergi aku ada disana. Bahkan karena permintaannya aku  dijinkan oleh raja untuk bersekolah di sekolah khusus kerajaan. Orang tuaku meninggal saat usiaku enam tahun. Wasiat dari kedua orang tuaku adalah ‘mereka meminta aku untuk menjadi perisai bagi kerajaan dan mengabdikan diriku pada Dharma’ orang tuaku memang sangat setia pada keluarga istana dan mereka berharap aku bisa melakukan hal yang sama. Awalnya aku selalu menepati wasiat orang tuaku, tetapi itu tidak berlangsung lama.

Pada saat kami berusia sepuluh tahun Dharma berjanji padaku bahwa ia akan menjadikanku pegawai di istana kelak jika dia menjadi raja. Aku adalah anak yang cerdas dan kuat, bahkan lebih cakap daripada Dharma, aku juga tidak pernah membuang kesempatan. Berbeda dengan Dharma yang hidupnya sangat mudah, ia mendapatkan semua yang ia mau sejak kecil tanpa bersusah payah sehingga ia kerap menyia-nyiakan waktu. Terkadang aku berpikir kenapa tidak aku saja yang menjadi raja, aku jauh lebih baik daripada Dharma dan aku seharusnya bisa berkedudukan lebih baik daripada harus menjadi pegawai rendahan.

Saat usia Dharma menginjak 14 tahun raja meninggal dunia. Dan pada tahun yang sama Dharma dinobatkan sebagai raja, ia juga menepati janjinya dengan menjadikan aku sebagai pegawai kerajaan. Karena usia Dharma masih muda ia tidak memerintah dengan baik. Dia raja muda yang lemah dan tidak bijaksana. Semua urusan kerajaan dia limpahkan kepadaku. Sehingga aku semakin cakap dalam urusan kerajaan. Namun keberhasilanku memajukan kerajaan tidak pernah diakui, hal tersebut dianggap sebagai jasa Dharma sebagai seorang raja.

Atas permintaan Dharma aku menduduki jabatan sebagai perdana mentri sekarang. Hal ini semakin membuat Dharma dipuji karena mengangkat pegawai bukan berdasarkan  latar belakang keluarga. Saat menjadi raja, Dharma hanya menyibukkan diri dengan jamuan makan bersama para pejabat, memang ia kerap kali mengajakku namun hal itu malah membuatku semakin marah padanya karena ia selalu dipuji namun tidak denganku.

Hari ini aku pergi ke kerajaan lain untuk mencari buku mengenai jurus beladiri kuno karena buku itu tidak tersedia di perpustakaan kerajaanku. Disana aku bertemu seorang Putri yang cantik jelita, Ratih namanya. Ia punya kegemaran yang sama denganku yakni membaca. Ratih adalah putri dari kerajaan yang aku kinjungi. Ia termasyur karena kecantikan rupa dan hatinya. Dia jugalah wanita yang sanggup membuatku jatuh cinta. Sejak hari itu aku kerap pergi ke perpustakaan kerajaan Ratih untuk bertemu dengannya.

Kami mulai bersahabat baik, ia bercerita banyak hal tentang dia yang membuatku semakin kagum padanya. Sedangkan aku, aku tidak pernah menceritakan satu halpun padanya karena aku merasa tidak ada yang baik dari hidupku. Aku hanya menjadi pendengar baik dari segala ceritanya. Setiap hari aku tak henti memikirkannya dan berubah menjadi orang yang aneh. Sepertinya Dharma menyadari keanehanku dan ia bertanya sebenarnya ada apa denganku. Namun aku enggan menceritakannya karena aku tidak percaya pada siapapun. Aku tidak punya orang yang dirasa pantas mendengar kisahku. Kemudian Dharma justru bercerita bahwa para pejabat mendesaknya untuk segera menikah karena kerajaan butuh seorang permaisuri. Usia Dharma memang sudah 20 tahun jadi wajar jika dia didesak untuk menikah karena raja terdahulu saja menikah saat usianya 16 tahun. Aku sebenarnya tidak peduli dengan hal itu karena aku sangat membenci Dharma dan takdirku.

Suatu hari saat cuacanya sangat indah aku mengajak Ratih bertemu. Berbeda dari biasanya kami bertemu di taman. Disana aku mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya pada Ratih. Malangnya aku ditolak, dia berkata bahwa sudah ada lamaran dari seorang raja yang datang padanya. Lamaran itu sudah distujui oleh keluarga Ratih. Ia juga berkata bahwa kedudukan kami berbeda, dia seorang putri jadi harus menikah dengan raja supaya ia dapat menjadi permaisuri. Aku pulang dengan rasa kecewa yang mendalam. Aku tidak menyangka wanita yang selama ini aku kagumi ternyata juga menilai orang dari kedudukannya.

Seorang pelayan masuk ke kamarku dan memberi tahu bahwa Dharma sedang menuju kemari. Saat bertemu denganku Dharma bercerita bahwa ia akan segera menikah. Dia tidak pernah memperhatikan kedaan orang lain dan mementingkan dirinya sendiri, sampai-sampai ia tidak sadar akan kesedihan di wajahku. Pernikahannya akan berlangsung lusa karena ia tidak ingin menunda waktu lagi, ia juga memintaku untuk menjadi pendampingnya saat pernikahan. Namun ia tidak memberitahuku siapa calon permaisurinya.

Hari pernikahan tiba aku melihat sang calon permaisuri berjalan anggun menuju pelaminan, ia sangat cantik dibalut gaun pengantin khas kerajaan kami dan dipoles riasan natural berbahan alami. Pengantin wanita itu adalah Ratih. Dalam waktu singkat duniaku runtuh. Bahkan detik itu pula aku bersumpah akan menghancurkan mereka berdua. Sejak hari itu aku memulai menyusun rencana pemberontakan.

Aku bekerja sama dengan pemberontak dari seluruh penjuru kerajaan. Pertama aku memerintahkan mereka mencuri senjata kerajaan. Aku juga menyebarkan tuduhan buruk terhadap Dharma ke seluruh rakyat dan mengirim desas-desus buruk kepada kerajaan lain supaya tidak mempercayai Dharma lagi. Aku membunuh banyak prajurit dengan meracuni mereka. Supaya tidak diketahui aku berpura-pura perang melawan para pemberontak suruhanku dan berlagak akan menyelesaikan masalah ini. Langkah selanjutnya kami menculik dan membunuh seluruh pejabat yang berpihak pada Dharma. Dharma muda yang bodoh itu percaya bahwa seluruh kekacauan ini dilakukan oleh para pemberontak. Ia tidak menyadari bahwa akulah akar dari masalah ini. Aku sengaja tidak langsung menyuruh mereka membunuh Dharma karena aku ingin membunuhnya dengan tanganku.

Sebagai persiapan aku membuat sebuah pisau belati dengan tanganku sendiri. Pada pisau itu terdapat ukiran naga dan pada setiap bagiannya telah bersatu iri, kebencian, kekecewaan, dan luka hatiku terhadap Dharma dan takdirku. Aku mengutuk keduanya. Puncak perang telah tiba pada awalnya aku berpura-pura berdiri di pihak Dharma namun aku akan menjadi duri dalam daging yang menyebabkan kekalahannya. Saat semua sudah berhasil dibunuh tinggal Dharma berhadapan denganku dia bertanya kenapa aku menyerangnya. Aku menjawab karena aku membenci takdirku dan aku menginginkan takdirnya dengan membunuhnya aku bisa hidup menggantikannya. Kemudian aku tusukkan belati itu padanya. Setelah berhasil membunuh Dharma aku pergi mencari Ratih, aku bermaksud untuk menjadikannya permaisuriku. Namun ia ternyata memilih mati daripada menjadi istri orang yang telah membunuh suaminya. Ia bunuh diri dengan menusukkan tusuk konde yang ia kenakan ke lehernya.

Malampun tiba aku merasa sangat lelah karena apa yang aku lakukan hari ini, sampai-sampai aku tertidur di kursi tua milik Dharma. Aku bermimpi aku sedang berjalan dengan Dharma. Kami menggunakan pakaian yang sama. Baju itu berwarna putih dan abu-abu, modelnya sangat aneh. Mungkin saja kami mengenakan pakaian sejenis seragam, namun aku tidak tahu seragam apa itu. Dharma mendorongku dari belakang dan mengeluarkan belati yang aku gunakan untuk membunuhnya. Dalam mimpiku aku bertanya kenapa dia menyerangku. Dia menjawab karena dia benci dengan takdirnya dan dia menginginkan takdirku. Kalimat yang sama seperti yang aku ucapkan sesaat sebelum aku membunuh Dharma tadi. Kemudian Dharma menusukkan belati itu ke tubuhku. Semuanya gelap hanya terdengar suara “Kamu telah menciptakan belati dengan rasa iri, benci, kecewa, dan rasa sakit hati. Belati yang sama yang akan mengabulkan permintaanmu dan memuaskan rasa itu. Jika di kehidupan ini keinginanmu untuk bertukar takdir dengan Dharma telah terkabul di kehidupan selanjutnya keinginan Dharmalah yang akan terkabul, keinginannya sama denganmu, bertukar takdir. Kalian akan menjalani hal ini pada setiap kehidupan baru kalian. Belati ini yang kalian gunakan untuk saling membunuh akan semakin tajam seiring lebih banyaknya darah milik kalian berdua yang membasuh belati ini. Semua sudah menjadi takdir dari belatimu.”

***

Pemuda itu terperanjat dan sadar dari lamunannya. Kejadian apa itu? bagaimana bisa ia dan sahabatnya ada di dalam kejadian itu? Mengapa ia membunuh sahabatnya? Apakah bayangan yang baru saja ia lihat itu benar? Jika benar berarti raja dan perdana mentri itu adalah mereka di kehidupan lalu? Dan dua pemuda dalam mimpi perdana mentri itu adalah ia dan sahabatnya? Dapat disimpulkan bahwa ia akan mati di tangan sahabatnya dengan belati ini. Pria penjual belati menatapnya kemudian berkata “ Terkadang kebenaran adalah hal yang tidak masuk akal. Sedangkan takdir adalah sesuatu yang mengikat. Sejauh apapun kau menghindarinya dia akan tetap menjumpaimu.” Seakan ia mengetahui isi pikiran pemuda itu. “Apakah kamu sudah menemukan apa yang kau cari? Aku tidak bisa menemukan apa yang aku cari. Ayo kita pulang sekarang.” Ajak sahabat pemuda itu.  Dalam perjalanan pulang ia terus memikirkan bayangan yang ia lihat tadi. Ia menatap sahabatnya dan berpikir jika bayangan itu benar ia sudah melakukan kesalahan besar pada sahabatnya. “Aku minta maaf.” Kata Si Pemuda. “Ada apa denganmu aneh sekali.” Balas Si sahabat.

***

“Sahabat adalah orang yang paling dekat, paling sama, dan paling mirip dengan kita. Karena sahabat melakukan dan memikirkan hal yang sama seperti kita. Kita dan sahabat juga tertawa dan menangis dengan otot yang sama. Tetapi sahabat juga adalah orang paling mampu membuat kita terluka, sedih, dan kecewa, begitu juga sebaliknya. Jadi ungkapan bahwa dalam persahabatan tidak diperlukan ucapan ‘terima kasih’ dan ‘maaf’ adalah salah. Kalau boleh bunda tahu, apa kesalahan yang dilakukan putra bunda ini pada sahabatnya? ” Ucap ibu pemuda itu yang sedari tadi mendengar putranya bergumam kata ‘maaf’ dihadapan foto sahabatnya. “ Apa menurut bunda maaf itu cukup? ” tanya pemuda itu. “ Selain maaf dibutuhan tebusan yang sepadan atas kesalahan itu. Memangnya kamu berbuat apa?” tanya ibu pemuda itu lagi. “ Cepat atau lambat bunda pasti tahu. Berjanjilah bunda akan membiarkan sahabatku melakukan apapun padaku. Karena hal yang ia lakukan padaku adalah tebusan dari dosaku. Mungkin ini yang disebut takdir.” Kata pemuda itu sambil memantapkan hati bahwa ia rela mati ditangan sahabatnya untuk menebus dosa kehidupan lalu.

***     

Hari dimana belati itu melaksanakan takdirnya datang. Mimpi Satya di bayangan itu ternyata benar adanya. Pemuda itu sudah mati ditangan sahabatnya sendiri. Orang tua Si pemuda itu meminta agar polisi tidak mengusut kasus ini dan tidak menahan sahabat putra mereka karena ibu pemuda itu sudah berjanji tidak akan melakukan apapun pada sahabat putranya itu.

***

Malam hari tiba, saat pembunuh itu tertidur ia bermimpi hal aneh. Mimpi itu sama seperti bayangan yang terlihat saat pemuda malang menyentuh belati. Setelah bayangan itu hilang muncul suara pemuda yang telah ia bunuh. “ Dua orang yang berbeda tidak akan pernah bisa bersahabat. Karena apa yang ada pada sahabatmu adalah cerminan apa yang ada padamu. Namun aku berharap dendamku di kehidupan lalu dan dendam sahabatku di kehidupan ini tidak akan ada pada diri kami berdua di kehidupan yang akan datang. Aku berharap kami akan terus bersahabat kapanpun dan dimanapun.”

***

Si Pembunuh itu akhirnya sadar ternyata pemuda yang ia bunuh sudah mengetahui bahwa ia akan mati di tangan sahabatnya namun ia pasrah karena ia ingin menebus dosa masa lalunya. Pembunuh itupun menyesal dan akhirnya bunuh diri dengan menusukkan belati berukiran naga yang masih berlumur darah itu ke dadanya. Dari balik jendela berdiri pria tua misterius penjual belati itu. Ia bergumam “ Iri, kebencian, kekecewaan, dan luka hati telah lenyap oleh cinta, kasih, dan sayang. Saat ini memang hanya tersisa penyesalan. Namun ujian yang panjang ini akan berbuah persahabatan yang sejati bagi mereka di keabadian.” Kemudian pria tua dan belati itu menghilang bersamaan dengan cahaya yang menyilaukan mata.

***