“Buah Hati adalah Separuh Jiwamu"
Buah Hati adalah Separuh Jiwamu
Ada pepatah yang mengatakan kasih ibu sepanjang masa dan kasih anak sepanjang galah. Mungkin inilah yang pantas disandingkan untuk para ibu berkat pengorbanan yang telah dilakukan, meski begitu anak adalah harta yang tak ternilai bagi seorang ibu. Saya baru menyadari hal tersebut setelah mengalami suatu peristiwa yang menimpa buah hati saya.
Saya bukan seperti ibu rumah tangga kebanyakan yang menghabiskan waktu di rumah, saya menghabiskan sebagian waktu saya bekerja di salah satu rumah sakit dan terkadang sewaktu- waktu saya harus meninggalkan anak saya meskipun baru bersenda gurau karena harus menunaikan janji bakti sebagai seorang dokter. Suami saya juga sibuk dengan perusahaan yang dirintisnya dari nol hingga terkadang harus pergi ke luar kota bahkan tak jarang ke luar negeri. Sehingga mau tak mau kami harus menyewa asisten rumah tangga untuk merawat anak kami dan mengurus pekerjaan rumah yang menjadi tanggung jawab saya, meskipun awalnya berat mengikhlaskan momen penting pertumbuhan anak kami yang menjadi kenangan terindah sebagai orang tua seperti kebanyakan orang, namun bagaimana lagi itu sudah menjadi konsekuensi kami sebagai orang yang sibuk.
Awalnya kami berencana menitipkan anak kami kepada orang tua suami saya namun karena jarak rumah kami dengan rumah mereka cukup jauh dan tak ada waktu untuk mengantarkan anak kami kesana sehingga kami memutuskan menyewa asisten rumah tangga untuk merawat anak kami.
Tak jarang ketika sampai di rumah aku hanya mendapati anakku yang sudah tertidur lelap dan hanya bisa menanyai mbak (panggilan yang saya berikan kepada asisten rumah tangga) yang merawatnya. Dia menceritakan mengenai perkembangan anak saya yang sudah bisa merangkak kemudian sedikit berceloteh. Ketika mendengar cerita tersebut naluri saya sebagai seorang ibu seperti tersakiti karena tidak bisa menyaksikan momen langsung perkembangan anak saya, namun bagaimana lagi saya tidak bisa meninggalkan tugas saya sebagai seorang dokter. Hingga ketika saya mendapatkan libur, saya langsung mengajak anak saya berlibur ke luar kota dan mengunjungi beberapa tempat wisata. Lalu saya menyadari bahwa anak saya lebih dekat kepada Mbak daripada saya, ketika saya menggendongnya dia seperti menatap asing kepada saya lalu menangis dan ketika digendong oleh Mbak dia terdiam. Itulah momen yang membuat naluri saya sebagai seorang ibu tersakiti.
Momen lebaran yang sudah seharusnya menjadi momen berkumpul bersama keluarga besar seperti akan terlewati begitu saja karena saya mendapat giliran sebagai dokter jaga, awalnya saya menyesal lalu sedikit terobati karena orang tua saya dan orang tua suami saya memilih merayakan lebaran di rumah kami. Ibu suami saya seperti senang ketika menggendong anak saya yang merupakan cucu lelaki pertamanya, beliau mengatakan bahwa cucunya mirip dengan suami saya dan menginginkan untuk meneruskan bisnis seperti suami saya. Meskipun hati kecil saya menginginkan anak saya menjadi seorang dokter sama seperti saya, namun saya hanya bisa tersenyum dan mengikhlaskan akan menjadi apakah anak saya kelak.
Saat yang ditunggu tiba yaitu ketika seorang anak mulai bisa berbicara dan mengucapkan kata pertama, saya adalah orang pertama yang mendengar dia mengatakan kata pertama meski sedikit terbata dia mengatakan “Ma” saat itu saya berlinang air mata dan ketika dia mengatakan kembali yang terdengar lebih jelas yaitu “Mbak” disitu saya merasa tersakiti. Saya menyadari bahwa saya tidak bisa meluangkan waktu bersamanya namun hati saya cukup terluka mendapati bahwa saya tidak ada di dalam memori anak saya karena dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Mbak daripada saya. Mungkin saya harus lebih meluangkan waktu lagi, saya akan mencobanya.
Seiring berjalannya waktu malaikat kecil saya sudah mulai sekolah di Taman Kanak- Kanak (TK) yang berada tak jauh dari rumah kami. Dia seperti anak- anak kebanyakan meskipun sedikit pemalu dan kalem karena mungkin karena aku dan suami memiliki pembawaan kalem sehingga dia sedikit kurang ceria tidak seperti anak- anak seusianya bahkan guru TK nya mengatakan kepada saya bahwa anak saya kurang bersosialisasi dengan temannya dan seperti mudah lelah, saya hanya menanggapi dengan senyuman sambil berpikiran positif bahwa saya dulu juga jarang memiliki teman karena saya terlalu pemalu sehingga mungkin dia seperti saya. Dia juga seorang yang irit berbicara sama seperti suami saya sehingga saya tidak tahu bahwa dia tidak bisa bersosialisasi, selain itu dia lebih banyak melakukan aktivitas di kamarnya. Pernah saya mendapati dia tertidur pulas di dekat buku yang dibacanya, saya sedikit terkenang bahwa saya juga seperti dia jika sudah membaca buku bisa sampai ketiduran. Semoga saja dia bisa menjadi anak yang berguna bagi agama dan negara. Aamiin
Ketika dia menginjak bangku Sekolah Dasar (SD) saya mengatakan kepada asisten rumah tangga saya untuk membawakan bekal bagi anak saya karena kebanyakan jajanan di sekolah mengandung pengawet dan pewarna yang merusak kesehatan, sebagai dokter dan orang tua saya tidak mau anak saya menderita sakit karena jajan sembarangan.Ketika pengambilan rapot saya mendapati nama anak saya terpampang di papan tulis yang menandakan dia rangking meskipun bukan rangking 1 saya bersyukur karena bagi saya peringkat bukan menjadi tolak ukur kepandaian. Nama anak saya dipanggil, saya menyunggingkan senyum dan bangga ketika berhadapan dengan wali kelasnya. Wali kelasnya mengatakan beberapa hal penting dan hal yang dikatakan terngingang di telinga saya meskipun saya sudah meninggalkan sekolah. Wali kelas itu mengatakan bahwa anak saya cukup pandai meskipun beberapa kali mendapati anak saya tertidur di kelas dan selalu nampak lemas padahal setiap pagi saya sudah memastikan dia makan pagi secara teratur. Air mata saya berlinang mendengar cerita itu. Apa yang terjadi dengan anak saya?
Sesampainya saya di rumah saya langsung mengajak anak saya pergi dengan alasan akan mengajaknya jalan- jalan. Saya membawanya periksa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Hasil laboratorium tertulis bahwa di dalam darah anak saya mengandung senyawa kimia Triazolam yang merupakan salah satu obat tidur. Tiba- tiba saya merasa pusing dan kaki saya lemas, saya baru menyadari bahwa anak saya telah diberi obat tersebut selama 7 tahun dia hidup. Setelah ditelisik bahwa asisten rumah tangga saya memberi dia obat tidur ketika dia kecil dengan dosis sembarangan dengan alasan bahwa anak saya sering menangis dan anak saya dalam tahap ketagihan akan obat tersebut.
Pada akhirnya saya memberhentikan asisten rumah tangga saya dan melakukan detoksifikasi atau pengeluaran zat- zat kimia berbahaya dari dalam tubuh dan membawanya ke psikolog anak untuk memulihkan mentalnya. Saya harus lebih berhati- hati memilih asisten rumah tangga agar tidak melakukan hal serupa untuk calon adik anak saya.
Mungkin hikmah yang bisa diambil adalah sesibuk- sibuknya anda bekerja setidaknya luangkan waktu untuk memantau anak anda agar tidak kecolongan seperti saya karena anak anda adalah separuh jiwamu jika dia terluka maka kau juga akan merasakan luka yang sama
Rieneke Cahyani, sedang menempuh S1 Pendidikan Biologi UNESA, Mahasiswa Semester 5. Kumpulan karya berupa puisi pernah dimuat
dalam koran Radar Bromo tanggal 29 Juni 2014 dan Antalogi Puisi Ramadhan 2017. Kisah nyata dari seorang ibu yang memiliki anak korban kekerasan oleh asisten rumah tangga.